Sabtu, 08 November 2014

Rumah

Seekor kura-kura tampak tenang ketika merayap di antara kerumunan penghuni hutan lain. Pelan tapi pasti, ia menggerakkan keempat tapak kakinya yang melangkah sangat lamban: "Plak...plak...plak...!"

Tingkah kura-kura itu pun mengundang reaksi hewan lain. Ada yang mencibir, tertawa, dan mengejek. "Hei, kura-kura! Kamu jalan apa tidur!" ucap kelinci yang terlebih dulu berkomentar miring. Spontan, yang lain pun tertawa riuh.

"Hei, kura-kura!" suara tupai ikut berkomentar. "Kalau jalan jangan bawa-bawa rumah. Berat tahu!" Sontak, hampir tak satu pun hewan yang tak terbahak. "Ha..ha..ha..ha! Dasar kura-kura lamban!" komentar hewan-hewan lain kian marak.

Namun, yang diejek tetap saja tenang. Kaki-kakinya terus melangkah mantap. Sesekali, kura-kura menoleh ke kiri dan kanan menyambangi wajah rekan-rekannya sesama penghuni hutan. Ia pun tersenyum. "Apa kabar rekan-rekan?" ucap si kura-kura ramah.

"Teman, tidakkah sebaiknya kau simpan rumahmu selagi kamu jalan. Kamu jadi begitu lambat," ucap kancil lebih sopan. Ucapan kancil itulah yang akhirnya menghentikan langkah kura-kura. Ia seperti ingin mengucapkan sesuatu.

"Tak mungkin aku melepas rumahku," suara kura-kura begitu tenang. "Inilah jatidiriku. Melepas rumah, berarti melepas jatidiri. Inilah aku. Aku akan tetap bangga sebagai kura-kura, di mana pun dan kapan pun!" jelas si kura-kura begitu percaya diri.
**

Menangkap makna hidup sebagai sebuah pertarungan, memberikan sebuah kesimpulan bahwa merasa tanpa musuh pun kita sebenarnya sedang bertarung. Karena musuh dalam hidup bisa berbentuk apa pun: godaan nafsu, bisikan setan, dan berbagai stigma negatif. Inilah pertarungan yang merongrong keaslian jatidiri: sebagai muslim, aktivis, dan dai.

Pertarungan tanpa kekerasan ini bisa berakibat fatal dibanding terbunuh sekali pun. Karena orang-orang yang kalah dalam pertarungan jatidiri bisa lebih dulu mati sebelum benar-benar mati. Ia menjadi mayat-mayat yang berjalan.

Bagian terhebat dari pertarungan jatidiri ini adalah orang tidak merasa kalah ketika sebenarnya ia sudah mati: mati keberanian, mati kepekaan, mati spiritual, mati kebijaksanaan, dan mati identitas.

Karena itu, tidak heran jika kura-kura begitu gigih mempertahankan rumah yang membebaninya sepanjang hidup. Walaupun karena itu, ia tampak lamban. Walaupun ia diserang ejekan. Kura-kura punya satu prinsip yang terus ia perjuangkan: inilah aku! Isyhaduu biannaa muslimiin. (mnuh)

Diambil dari eramuslim.com

Sabtu, 30 Mei 2009

Hanya Hamba Allah

by: Opick Feat. Amanda
Waktu yang berlari
tak kan pernah bisa kembali lagi
Bila perih, bila sedih
airmata bukan segalanya

Hanya hamba Allah yang selalu berserah
Hanya hamba Allah yang selalu berpasrah
Karna segalanya bergantung padaNya
Hanya pada Dia semua bermuara

Hanya hamba Allah yang selalu berserah
Hanya hamba Allah yang selalu berpasrah
Karna segalanya bergantung padaNya
Karna pada Dia semua bermuara

Jumat, 15 Mei 2009

Kematian Hati

PK-Sejahtera Online: Banyak orang tertawa tanpa (mau) menyadari sang maut sedang mengintainya.

Banyak orang cepat datang ke shaf shalat layaknya orang yang amat merindukan kekasih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa hanya agar dapat segera pergi.

Seperti penagih hutang yang kejam ia perlakukan Tuhannya. Ada yang datang sekedar memenuhi tugas rutin mesin agama. Dingin, kering dan hampa, tanpa penghayatan. Hilang tak dicari, ada tak disyukuri.

Dari jahil engkau disuruh berilmu dan tak ada idzin untuk berhenti hanya pada ilmu. Engkau dituntut beramal dengan ilmu yang ALLAH berikan. Tanpa itu alangkah besar kemurkaan ALLAH atasmu.

Tersanjungkah engkau yang pandai bercakap tentang keheningan senyap ditingkah rintih istighfar, kecupak air wudlu di dingin malam, lapar perut karena shiam atau kedalaman munajat dalam rakaat-rakaat panjang.

Tersanjungkah engkau dengan licin lidahmu bertutur, sementara dalam hatimu tak ada apa-apa. Kau kunyah mitos pemberian masyarakat dan sangka baik orang-orang berhati jernih, bahwa engkau adalah seorang saleh, alim, abid lagi mujahid, lalu puas meyakini itu tanpa rasa ngeri.

Asshiddiq Abu Bakar Ra. selalu gemetar saat dipuji orang. "Ya ALLAH, jadikan diriku lebih baik daripada sangkaan mereka, janganlah Engkau hukum aku karena ucapan mereka dan ampunilah daku lantaran ketidaktahuan mereka", ucapnya lirih.

Ada orang bekerja keras dengan mengorbankan begitu banyak harta dan dana, lalu ia lupakan semua itu dan tak pernah mengenangnya lagi. Ada orang beramal besar dan selalu mengingat-ingatnya, bahkan sebagian menyebut-nyebutnya. Ada orang beramal sedikit dan mengklaim amalnya sangat banyak. Dan ada orang yang sama sekali tak pernah beramal, lalu merasa banyak amal dan menyalahkan orang yang beramal, karena kekurangan atau ketidaksesuaian amal mereka dengan lamunan pribadinya, atau tidak mau kalah dan tertinggal di belakang para pejuang. Mereka telah menukar kerja dengan kata.
Dimana kau letakkan dirimu?
Saat kecil, engkau begitu takut gelap, suara dan segala yang asing. Begitu kerap engkau bergetar dan takut.

Sesudah pengalaman dan ilmu makin bertambah, engkaupun berani tampil di depan seorang kaisar tanpa rasa gentar. Semua sudah jadi biasa, tanpa rasa.
Telah berapa hari engkau hidup dalam lumpur yang membunuh hatimu sehingga getarannya tak terasa lagi saat ma'siat menggodamu dan engkau meni'matinya?

Malam-malam berharga berlalu tanpa satu rakaatpun kau kerjakan. Usia berkurang banyak tanpa jenjang kedewasaan ruhani meninggi. Rasa malu kepada ALLAH, dimana kau kubur dia ?

Di luar sana rasa malu tak punya harga. Mereka jual diri secara terbuka lewat layar kaca, sampul majalah atau bahkan melalui penawaran langsung. Ini potret negerimu : 228.000 remaja mengidap putau. Dari 1500 responden usia SMP & SMU, 25 % mengaku telah berzina dan hampir separohnya setuju remaja berhubungan seks di luar nikah asal jangan dengan perkosaan. Mungkin engkau mulai berfikir "Jamaklah, bila aku main mata dengan aktifis perempuan bila engkau laki-laki atau sebaliknya di celah-celah rapat atau berdialog dalam jarak sangat dekat atau bertelepon dengan menambah waktu yang tak kauperlukan sekedar melepas kejenuhan dengan canda jarak jauh" Betapa jamaknya 'dosa kecil' itu dalam hatimu.

Kemana getarannya yang gelisah dan terluka dulu, saat "TV Thaghut" menyiarkan segala "kesombongan jahiliyah dan maksiat"?

Saat engkau muntah melihat laki-laki (banci) berpakaian perempuan, karena kau sangat mendukung ustadzmu yang mengatakan " Jika ALLAH melaknat laki-laki berbusana perempuan dan perempuan berpakaian laki-laki, apa tertawa riang menonton akting mereka tidak dilaknat ?"
Ataukah taqwa berlaku saat berkumpul bersama, lalu yang berteriak paling lantang "Ini tidak islami" berarti ia paling islami, sesudah itu urusan tinggallah antara engkau dengan dirimu, tak ada ALLAH disana?
Sekarang kau telah jadi kader hebat.
Tidak lagi malu-malu tampil.

Justeru engkau akan dihadang tantangan: sangat malu untuk menahan tanganmu dari jabatan tangan lembut lawan jenismu yang muda dan segar. Hati yang berbunga-bunga didepan ribuan massa.

Semua gerak harus ditakar dan jadilah pertimbanganmu tergadai pada kesukaan atau kebencian orang, walaupun harus mengorbankan nilai terbaik yang kau miliki. Lupakah engkau, jika bidikanmu ke sasaran tembak meleset 1 milimeter, maka pada jarak 300 meter dia tidak melenceng 1 milimeter lagi ? Begitu jauhnya inhiraf di kalangan awam, sedikit banyak karena para elitenya telah salah melangkah lebih dulu.

Siapa yang mau menghormati ummat yang "kiayi"nya membayar beberapa ratus ribu kepada seorang perempuan yang beberapa menit sebelumnya ia setubuhi di sebuah kamar hotel berbintang, lalu dengan enteng mengatakan "Itu maharku, ALLAH waliku dan malaikat itu saksiku" dan sesudah itu segalanya selesai, berlalu tanpa rasa bersalah?

Siapa yang akan memandang ummat yang da'inya berpose lekat dengan seorang perempuan muda artis penyanyi lalu mengatakan "Ini anakku, karena kedudukan guru dalam Islam adalah ayah, bahkan lebih dekat daripada ayah kandung dan ayah mertua" Akankah engkau juga menambah barisan kebingungan ummat lalu mendaftar diri sebagai 'alimullisan (alim di lidah)? Apa kau fikir sesudah semua kedangkalan ini kau masih aman dari kemungkinan jatuh ke lembah yang sama?

Apa beda seorang remaja yang menzinai teman sekolahnya dengan seorang alim yang merayu rekan perempuan dalam aktifitas da'wahnya? Akankah kau andalkan penghormatan masyarakat awam karena statusmu lalu kau serang maksiat mereka yang semakin tersudut oleh retorikamu yang menyihir ? Bila demikian, koruptor macam apa engkau ini? Pernah kau lihat sepasang mami dan papi dengan anak remaja mereka.
Tengoklah langkah mereka di mal. Betapa besar sumbangan mereka kepada modernisasi dengan banyak-banyak mengkonsumsi produk junk food, semata-mata karena nuansa "westernnya" . Engkau akan menjadi faqih pendebat yang tangguh saat engkau tenggak minuman halal itu, dengan perasaan "lihatlah, betapa Amerikanya aku".
Memang, soalnya bukan Amerika atau bukan Amerika, melainkan apakah engkau punya harga diri.
Mahatma Ghandi memimpin perjuangan dengan memakai tenunan bangsa sendiri atau terompah lokal yang tak bermerk. Namun setiap ia menoleh ke kanan, maka 300 juta rakyat India menoleh ke kanan. Bila ia tidur di rel kereta api, maka 300 juta rakyat India akan ikut tidur disana.

Kini datang "pemimpin" ummat, ingin mengatrol harga diri dan gengsi ummat dengan pameran mobil, rumah mewah, "toko emas berjalan" dan segudang asesori. Saat fatwa digenderangkan, telinga ummat telah tuli oleh dentam berita tentang hiruk pikuk pesta dunia yang engkau ikut mabuk disana. "Engkau adalah penyanyi bayaranku dengan uang yang kukumpulkan susah payah. Bila aku bosan aku bisa panggil penyanyi lain yang kicaunya lebih memenuhi seleraku"

Senin, 11 Mei 2009

24 Tahun yang lalu

24 Tahun yang lalu,
aku terlahir ke dunia.
Disambut dengan suka cita ayah ibuku, dan keluargaku.
24 Tahun yang lalu,
Penuh cinta dan kasih sayang ibu menyusuiku.
Penuh haru dan harapan, ayah menafkahiku.
24 Tahun lalu,
Aku dikenalkan pada dunia.
Dunia yang penuh warna.

Masa kanak-kanak,
penuh kisah indah tak terlupakan.
Masa kanak-kanak,
aku penuh pengharapan.
Saat itu, aku masih menjadi tanggungan ayah ibuku.
Saat baligh, saat ku kenal dunia,
saat ku kenal sebuah masalah dan cinta.
Masa baligh, masa aku mulai memahami,
jalan hidup ini.
Dan saat itu aku harus mempertanggunjawabkannya,
bukan pada ayah ibuku lagi,
tapi Allah, Yang menciptakanku.

24 tahun ini, bukan lagi saatnya berbangga akan apa yang telah aku lakukan,
tapi bersyukur atas segala nikmatNya.
Berterima kasih dan membalas kasih sayang orang tua, keluarga dan semua orang yang menjadi jalan kebaikanku.
Bukan lagi saatnya gampang marah dan mengeluh, tapi bersabar dan menerima menjadi wanita dewasa.
Wanita dewasa yang seharusnya bermanfaat dunia akhirat.
Baik sebagai Hamba Allah, seorang anak, seorang istri, seorang ibu, dan sebagai seorang anggota masyarakat

Kini,24 tahun...waktu yang sudah diberikanNya untukku, untuk menjadi hamba Nya yang terbaik...
Ya Allah, ampuni semua kesalahan, kekhilafa, kemaksiatan yang pernah aku lakukan.
Terimalah semua amalku...dan Berilah aku hidup yang berkah dan akhir hidup khusnul khotimah, pertemukan aku di surga dengan orang-orang yang aku dan ENGKAU cintai.
Jadikanlah aku wanita yang ENGKAU Ridhoi hingga aku bertemu denganMU nanti...aamiin.

Rabu, 25 Maret 2009

Saat aku kehilangan, aku lebih sering mengeluh akan hilangnya daripada bersyukur bahwa aku akan mendapat gantinya.
Saat aku kesepian, aku lebih sering mengharapkan orang datang daripada kembali pada-Mu.
Saat aku bahagia, aku lebih sering membanggakannya daripada bersyukur pada MU.
Saat aku mendapat kemudahan. aku lebih sering bilang bahwa ini pantas aku dapatkan daripada mennyadari bahwa itu kasih sayang MU.
Saat aku tak memiliki apa yang orang miliki, lebih sering aku iri daripada mensyukuri apa yang aku miliki.
Saat orang lain tak sempurna yang sesuai kuharapkan, aku lebih sering kesal daripada belajar memahami dan menerima.
Saat aku belajar memahami, aku lebih sering merasa bisa sendiri, padahal hanya Engkau yang bisa memberi petunjuk.
Allah, aku lebih sering melupakanMU daripada ingat padaMU.
Baik saat aku sedih, bahagia, menang...

Sabtu, 14 Maret 2009

Perjalanan ini memang panjang.
Tapi, detik waktu tak terasa berlalu begitu cepat.

Setiap orang melaluinya.
Baik disadari atau tidak.

Umur ini pergi dan tak kembali.
Baik kita menyadari atau tidak.
Umur ini akan dipertanyakan,
untuk apa dia digunakan?

24 jam,
semua memiliki waktu yang sama
ada yang menggunakannya untuk bersenang-senang
untuk bekerja
untuk makan
untuk berbuat jahat
berbuat baik.

hmmm....tahukah?
padahal setiap detik begitu berarti.
karena setiap waktu ini]
akan dipertanggungjawabkan

maka, jadikan setiap detik dan nafas kita
sebagai ibadah pada Allah.
Agar tak menjadi musuh saat kita membutuhkan banyak amal
saat hari perhitungan

Selasa, 10 Februari 2009

Rapuh

Kamu rapuh
Umpama ranting di bawah pohon
Yang kering dan sering terinjak

Kamu rapuh
Bagaikan daun kering coklat yang kering dan tua
Menggemburkan tanah

Tapi kamu begitu kuat
Seperti angin yang sanggup meruntuhkan menara

Menggerus bebatuan hingga mengerikil

Karena kamu
Hanyalah manusia
Yang biasa saja

Mampu menangis dan tertawa
Mampu menjadi setan atau lebih mulia dari malaikat

Dan karena kerapuhan dan kekuatanmu itulah
Dan karena engkau manusia biasa
Yang tak punya daya apa pun selain dari-Nya

Bukankah duniapun mengerti
Alampun sadari
Nuranipun akui

Aku dan dirimu
Hanya manusia rapuh

Diantara kerlip jutaan bintang
Diantara desah nafas jutaan nyawa
Diantara birunya laut dan merahnya matahari
Diantara tawa dan tangis

Ya, kau dan diriku
Sebab kamu
Juga aku
Hanyalah manusia biasa


(Tahajud Call Digest 94)